Minggu, 19 April 2015

Hadiah Untuk Abah



Hari ini, izinkan aku sedikit bercerita tentang seseorang yang terbiasa menyapa lewat ejaan ‘Alhamduli.. llah, hilla.. dzi, ahyaa.. naa, ba’da.. ma, amaa.. tana, wa ilaihi.. nusyuur’ setiap pagi. Atau yang kini ia gantikan dengan missed call berkali-kali untuk membangunkanku belajar saat dini hari. Seseorang yang mengajarkan tentang kesederhanaan dan tak pernah malu dengan keadaan, bahkan untuk ngontel ke kantor dewan. Ia selalu berkata sesuai keadaan, meski banyak yang tak percaya saat ia bilang tak punya uang. Tak terhitung banyaknya pelajaran yang ia berikan. Sayangnya aku terlalu sering abai akan nasihat dan teladan dalam keseharian.

 Kita ini hidup gasan baibadah lawan Allah. Makanya jangan kada ingat baniat tiap kali handak meapa kah. Supaya kadada nang sia-sia, apa nang kita gawi jadi ibadah’.
Kita hidup untuk beribadah kepada Allah. Oleh karenanya jangan lupa niat tiap kali mau melakukan sesuatu. Agar tidak ada yang sia-sia, semua yang kita kerjakan bernilai ibadah’
Ia concern sekali perihal pentingnya niat dalam setiap aktifitas. Hingga bahkan tak lupa menanyakan sudahkah berniat karena Allah setiap kali hendak berangkat sekolah.

 Setiap kali kenakalanku membuatnya kesal hingga terpaksa marah. Ia kemudian meminta maaf karena telah marah. Sungguh, padahal ini murni karena kebebalanku, tetapi mungkin kerasnya hati yang membuatku enggan mengucap maaf pertama kali.

Beberapa saat sebelum Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah, aku mendapat sebuah petuah yang hingga kini masih kuat melekat di ingatan.
“Jangan uumpatan kaya urang Ka lah. Manjawab samampu pian haja. Abah kada bangga baisi anak biar juara satu atau juara apa kah, tapi didapat dari usaha nang kada jujur. Abah kada suah minta pian harus kaya apa kalo? Wahini tuh mancari urang pintar nyaman, tapi mancari urang jujur itu ngalih.”
“Jangan ikut-ikutan kaya orang ya, Ka.  Jawab semampu kamu aja. Abah nggak bangga punya anak meski juara satu atau juara apapun, tapi didapat dari usaha yang nggak jujur. Abah nggak pernah kan minta kamu harus begini begitu? Sekarang nyari orang pintar itu gampang, tapi nyari orang jujur itu yang susah.”
Aku terdiam, ada rasa sesak sekaligus sesal. Bagaimana lagi aku bisa berkata  karena ketika itu aku kadang masih bertanya memastikan apakah jawabanku benar kepada teman.  

Lalu saat ujian itu datang, aku bahkan tak mengerti bagaimana ia bisa setegar karang. Kau tahu, aku bersusah payah menahan tetes bening agar tak jatuh di setiap kali mendengarkannya bercerita. Tentang keadilan, tentang kedengkian dari mereka yang haus akan pangkat dan jabatan. Bagaimanalah mereka bilang ia mengambil hak orang, padahal rokok orang yang tertinggal pun ia kembalikan. Ketika para pemuka bilang ia didzholimi dan sungguh boleh pergi, ia bilang kata-kata itu adalah harga diri. Di saat mereka dengan mudahnya merekayasa semua dengan segepok uang, ia bilang Allah punya Hari Pengadilan.
Sungguh, aku malu akan diri yang masih saja kekanak-kanakan, akhlak yang masih berantakan, bahkan untuk kesulitan- kesulitan kecil saja aku mengaduh kesakitan. Abah, maafkan jika yang selama ini bisa aku beri hanyalah rangkaian kekecewaan. Do’akan aku dan adik-adik agar kami bisa menjadi orang-orang sepertimu, agar kami bisa menjadi anak-anak yang shalihah, agar kami bisa menjadi hadiah terindah untuk Abah. Selamat ulang tahun, Abah. Semoga setiap langkahmu selalu diberkahi Allah. Uhibbuka fillah!



Minggu, 12 April 2015

Untuk Hati Kita yang Masih Belepotan



Kebanyakan kita sudah tahu betul bahwa tak ada istilah ‘Pacaran’ dalam Islam. Dan tak sedikit pula yang berkomitmen untuk having no relationship before marriage. Mungkin kita pernah menemui orang (atau malah kita sendiri) yang sangat menjaga interaksi antar lawan jenis, mengerti sekali akan batasan-batasan, pasang muka datar cuek bebek sama siapapun yang mendekat. Mau si A,B, C, D,  atau E yang ngasih sinyal, dengan mudahnya  kita ‘bye’. Namun saat si X yang mendekat ternyata takluk jua. Kalau yang bisa pasang muka santai sedatar-datarnya sama  lawan jenis kecuali sama si ehem itu banyak, tapi kalau yang bisa bersikap begitu sama semua lawan jenis tak terkecuali si ehemnya itu sepertinya masih perlu dipertanyakan. Ada memang, salah satunya si Satoshi di novel Akatsuki :3
Well, having feeling itu memang fitrah manusia, tak ada yang melarang. Namun, sadarkah kita ini sebenarnya juga salah satu bentuk ujian dari-Nya? Kita bisa dengan mudah menjaga hati saat memang tak ada satupun yang singgah. Lalu ketika seseorang itu datang, tembok pertahanan sepertinya mulai goyah. Ada kecenderungan dimana kita ingin ‘stay close with the one’ hingga menambah intensitas interaksi. Jika  dua-duanya sama-sama paham bahwa yang namanya pacaran itu tidak dibenarkan, lalu berkilah atas nama ‘Komitmen’.Padahal dengan komunikasi yang intens seperti itu apa bedanya dengan pacaran. Atau mungkin ini yang namanya HBPYSAPJS (Hubungan Bukan Pacaran Yang Sama Aja Pacaran Juga Sebenarnya).
Rasa cinta memang sebuah pemberian alias karunia dari-Nya, tapi dengan sikap kita yang kurang tepat lantas menjadikan kondisi ini bagaikan menukarkan berkah dengan dosa berlimpah. Takut kehilangan, takut diambil orang, lalu menggenggam erat-erat padahal belum waktunya, padahal diri masih diliputi oleh ketidakberdayaan. Jika pun saat ini dipegang kuat-kuat tak lantas bisa menjamin perasaan kita tetap sama hingga nanti. Ada berapa banyak orang yang akan kita temui dalam beberapa tahun ke depan? Bagaimana kita bisa berani memastikan apa yang dirasa akan tetap sama. Padahal Allah Mahamembolak-balikkan hati. Meskipun langit, bumi, jin, manusia, Monera, Protista bersekongkol untuk menyatukan, jika Allah tak menghendaki maka tak akan terjadi. Begitu pula meskipun saingan berlusin-lusin, terpisahkan samudera hingga bebatuan karang, kalau memang jodoh maka ia akan menemukan jalan pulang, takkan tertukar, takkan direbut orang.

“Lepaskanlah. Maka esok lusa, jika dia adalah cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu.” – Tere Liye

Kita memang tak bisa mengunci hati, menolak rasa yang datang, karena ini adalah pemberian dari-Nya. Tapi kita punya kontrol penuh atas perasaan kita sendiri. Kita punya pilihan apakah ingin tenggelam dalam ketidakberdayaan atau memutuskan untuk memberdayakan ketidakberdayaan tersebut. Lebih baik menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, mulai berbenah, mengurangi interaksi yang tak perlu agar tak terus menerus menginvestasikan dosa. Terus meng-upgrade diri agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi, berusaha memantaskan diri karena Allah, bukan karena makhluk.





Bersyukurlah jika masih diingatkan Allah untuk kembali berbenah, karena kadang logika macet saat orang-orang dirundung cinta. Tak perlu berlebihan, terus bersabar, Allah selalu punya hadiah besar untuk orang-orang yang bersabar. Sekarang mari mulai membersihkan hati kita yang masih belepotan, jangan sampai yang tadinya belepotan malah jadi karatan.
  

Minggu, 25 Januari 2015

Sepenggal Kisah dari Kampung Inggris



Bagaimana aku bisa sampai ke sini? Cerita bermula saat menerima penolakan dari universitas impian yang membuatku ingin mengambil kesempatan lagi di tahun depan. Aku teringat akan Kampung Inggris yang sering disebut orang. Kutanyakan pada seorang teman, kemudian aku disarankan menimba ilmu di sebuah kursusan, BEC (Basic English Course), sembari mengisi kekosongan di tengah penantian. Bulat sudah keputusan, berbekal info dari sebuah artikel blog (saat itu belum ada website BEC) yang menyebutkan bahwa pengambilan kartu pendaftaran dua hari sebelum tanggal registrasi, aku berangkat ke Pare saat Bulan Ramadhan di tahun 2012. Sesampainya di BEC office, aku katakan ingin mendaftarkan diri kepada Pak Arif, dan beliau bilang aku ‘cadangan’. Ternyata artikel yang kubaca sudah out of date, peraturan sudah berubah dari zaman kapan, ah aku ceroboh memang. Aku ditawarkan untuk mendaftarkan diri di kursusan cabang yang masih membuka pendaftaran, beliau juga bilang kalau aku masih bisa transfer ke BEC setelah menjalani kursus tiga bulan disana. Aku menolak dan memilih menunggu tiga bulan untuk mendaftar kursus di periode berikutnya, padahal ada lebih dari seratus kursusan di Pare yang bisa dijadikan piliihan. Beginilah aku, sangat keras kepala jika sudah menetapkan pilihan.
Di Pare, biasanya kau akan dipanggil dengan sebutan ‘Miss’ atau ‘Mister’, bahkan oleh seorang penjual kebab. Jangan kaget jika kau diajak ngobrol Bahasa Inggris oleh penduduk setempat, di depan BEC misalnya, seorang penjual batagor biasa melayani pembelinya dengan berbahasa Inggris. Kau juga akan terbiasa dengan pemandangan orang teriak-teriak berpidato di pinggir jalan, ini biasanya punishment untuk yang melanggar peraturan camp (sejenis asrama, biasanya diwajibkan speaking English 24 jam).

Ini gerobak batagor depan BEC, ditempelin stiker slogan 'Never try Never know' oleh anak-anak TC 120 

Berapa uang yang kau habiskan untuk sekali makan? Sepuluh ribu? Disini kau hanya perlu menyisihkan uang tiga ribu untuk mendapatkan sepiring nasi pecel atau semangkok soto Lumayan, dan lima ribu perak untuk makan ayam bakar di warung Piranha. Pemilik warung makan disini kebanyakan dipanggil dengan sebutan ‘Mak’, ada Mak Karti, Mak Rom, Mak Tembak, dan mak-mak lainnya. Ah ya, warung Mak Rom ini adalah warung penyetan yang terletak di dekat HEC (Happy English Course) 1, kau bisa request mau penyetan dengan cabe berapapun, kalau aku sih cabe nol, lidahku tak kunjung kebal dengan yang pedas-pedas.
Paling sering beli nasi goreng Cak Nur malam-malam, nasi goreng non pedas untukku dan nasi goreng sumer kecap untuk Fia. Harganya cuma enam ribu rupiah dan kau akan mendapatkan nasi goreng porsi melimpah. Masih banyak makanan enak dengan harga terjangkau di sini, ada kwetiau goreng di dekat perempatan HEC 2, kwetiau dan soto Lamongan di Jalan Brawijaya, sop buah warung Singgahan, singkong keju depan warung Singgahan, dll. Weekend pun bisa kau isi dengan gowes ke Goa Surowono, Candi Tegowangi, sarapan di alun-alun Thamrin, atau nongkrong di warung ketan samping Daffodil’s. Kalau kau main ke Pare harus coba yang terakhir kusebutkan tadi, kata seorang teman belum afdhol ke Pare kalau belum makan di warung ketan yang satu ini. Favoritku sepiring ketan campur ditemani segelas Energen vanilla. Namun kau harus sabar menunggu lama karena warung ketan ini ramai pengunjung, apalagi kalau kau kesana hari Minggu pagi.


Boleh juga sambil main entah apa ini namanya biar nggak bosan nunggu ketan yang dipesan

ini dia ketan campur, yummy :9


gowes bareng anak-anak pre-HEC 2
Sumber gambar : https://thepareheritage.wordpress.com/2013/06/15/terowongan-surowono/



Cukup sudah berbicara tentang makanan, sekarang kita beralih ke kursusan. Apa yang terlintas di benakmu tentang sebuah kursusan? Masuk kelas, lalu pulang, masuk kelas lagi, dan pulang. Itu saja, simpel. Hal itu pula yang kubayangkan saat pertama kali memikirkannya. Tapi ternyata tak sesederhana itu, kawan.
Sebuah kursusan yang lebih dari sebuah kursusan, frase yang mewakilkan kata BEC alias Basic English Course yang terletak di Desa Singgahan, Kecamatan Pare, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. BEC merupakan kursus Bahasa Inggris pertama di Pare yang didirikan pada tanggal 15 Juni 1977 oleh Mr. Kalend Osen, namanya mungkin terdengar seperti orang bule, tapi beliau ini asli orang Kalimantan. Dengan kesederhanaannya, beliau mengabdikan dirinya mengajari para pendatang dari berbagai kalangan sejak puluhan tahun silam, tak heran jika beliau diberi penghargaan pahlawan pendidikan.
Kursusan yang satu ini layaknya a small Indonesia, didatangi orang-orang dari Jakarta hingga Papua, bahkan ada juga yang dari Thailand. BEC terbuka bagi semua orang, dari yang masih SMP, lulusan SMA, sarjana, sampai yang sedang menempuh pendidikan S2, dari yang masih muda hingga lanjut usia. Di periodeku, ada seorang kakek yang ternyata masih semangat menimba ilmu, kami biasa memanggilnya Mbah Sumirat. Kalau tak salah beliau berumur enam puluhan, tentunya tertua di angkatan, tapi semangatnya boleh jadi mengalahkan kami satu angkatan.
the one from Thailand, her name is Afnee but I'm used to calling her 'phini'

Pre-BEC, ini kelas persiapan sebelum memasuki level pertama di BEC, yakni BTC (Basic Training Class). Jangan khawatir jika masih benar-benar nol dalam berbahasa Inggris, kami disini diajarkan dari hal-hal yang sangat mendasar, dari Alphabet bahkan. Program ini berlangsung selama sebulan dan ada agenda yang disebut Nightly Speaking (NS) setiap malam, NS ini ‘memaksa’ kami untuk ngomong Bahasa Inggris. Tak perlu takut salah atau ditertawakan, orang-orang disini sama-sama masih belajar dan ingin bisa fasih berbahasa Inggris, kalau kita salah akan langsung diingatkan. Menertawakan apalagi melecehkan orang yang sedang belajar disini merupakan sebuah hal terlarang, kalau ada yang ketahuan akan langsung dikeluarkan. Di setiap akhir NS selalu diberi kesempatan untuk maju ke depan, entah itu sekedar main game atau mempraktekan materi yang baru saja diajarkan. Aku iri dengan mereka yang kelihatannya mudah sekali melangkahkan kaki maju ke depan. Baru membayangkan berdiri di depan banyak orang saja perasaanku sudah tak karuan.
Di pre-BEC ini aku berkenalan dengan awal (yang ini ternyata pencinta es krim juga, sampai-sampai kami hampir tiap hari jajan corneto), kak vio, ifa, nana, shinta, mbak louna, mbak iim (mereka ini satu kosan), yang akhirnya juga membuatku sering numpang bersarang di Harmony House.


NS Pre-BEC 48 sama anak-anak Harmony House

Level pertama, BTC, program ini berlangsung selama satu bulan. Minggu pertama di BTC kami disambut dengan tutorial dari kakak-kakak MS (Mastering System, program lanjutan setelah program enam bulan BEC). Kami diajak bermain-main kartu warna-warni sambil berlatih tenses dasar. Aku masuk kelas B yang dinamai Brainy Class. Wali kelas Awesome, Brainy,  dan Cheerful Class adalah Mr. Rijal, anak pertama dari Mr. Kalend. Anak didikan beliau tergabung dalam England Community. Beliau sangat menginginkan agar anak-anak England Community yang nantinya meraih posisi lima besar terbaik saat kelulusan, sehingga boleh dibilang kami ‘dipersiapkan’ sejak awal.


'What card do I give you?'

Sebulan di BTC kami mempelajari enam belas tenses. Kau tahu, kami harus hafal mati urutan tensesnya, sebab setiap Jum’at ada ujian lisan yang kami sebut oral exam dan akan disodori pertanyaan sejenis ‘They have not walked alone. Move into tense number nine interrogative!’ Bisa berabe kan kalau lupa tense nomer sembilan itu apa. Waktu oral exam sebenarnya kami hanya diberikan tiga sampai empat pertanyaan, tapi cukup untuk membuat kaki gemetaran. Entah kenapa aku selalu mendapat giliran terakhir saat oral exam, sehingga menurutku ini juga menambah penyiksaan, gugup berkepanjangan. Hal lain tentang Mr. Rijal, beliau ini sungguh disiplin, jangan coba-coba datang terlambat apalagi saat oral exam, bisa-bisa kau tak diperbolehkan ikut ujian. ‘NO SCRATCHING!’, kalau latihan atau ujian tertulis dengan beliau ini kertasmu harus bersih dari coretan, tanpa ada stipo, tanpa ada penggantian jawaban.
Di BTC ini aku juga bertemu dengan seorang yang unik, namanya Kadha Aditya. Dia punya motor antik yang dia panggil ‘Komo’ dan suka memakai barang-barang nyentrik. Dia menggantungkan lonceng yang biasanya dikalungkan di leher sapi di ranselnya dan kadang memakai jepitan jemuran sebagai pemanis kerudung. Kata orang, untung dia cantik. Satu hal yang kupetik dari Kadha adalah ‘do not worry yourself with what others think about you, just be you’.
Selanjutnya, Candidate of Training Class (CTC), ini level kedua, sejak awal CTC kami diwajibkan untuk berbahasa Inggris oleh Mr.Rijal, meskipun sebenarnya di BEC baru diwajibkan berbahasa Inggris di awal TC (Training Class). Beliau menginginkan agar anak-anak England Community bisa menjadi lebih unggul. Aku senang bisa menjadi anak didik Mr. Rijal, beliau mengajarkan agar selalu tepat waktu dan selalu memotivasi kami agar berani speak up meskipun masih anak CTC. Karena beliau juga aku mulai berani melangkahkan kaki untuk maju, mengambil kesempatan di setiap NS, tampil di depan ratusan orang, tak peduli kakiku gemetaran atau ngomongku dengan grammar yang tak karuan. Bukan untuk show up, hanya saja aku benar-benar ingin menghilangkan grogi yang sejak dulu merayap.

waktu sharing anak-anak England Community, CTC 12O sama TC 119

NS CTC, I used to call him my twin because his name is Afif

Di BTC dan CTC ini kami juga didampingi oleh Mr. Rozaq, beliau pengajar English in Use, keponakannya Mr. Kalend. Beliau ini yang paling sering kuajak diskusi, bahkan saat aku tak lagi di CTC. Yang aku suka cara mengajar beliau yang santai tapi serius, seperti saat latihan translation beliau membuat peraturan jika kami salah menjawab satu soal, maka satu coretan bedak di muka, dan jika kami sekelas bisa menjawab semua pertanyaan dengan benar, maka beliau yang akan pakai bedak tebal dari UK top (ruangan lantai teratas gedung UK)  hingga rumah Mr. Kalend, sayangnya yang satu ini susah untuk diwujudkan.


muka-muka bopeng habis kelas translasion

Seperti yang sudah kubilang, BEC ini bukan hanya sekedar kursusan. Aku tak hanya belajar Bahasa Inggris disini, tapi juga organisasi. Aku tergabung dalam The Committee of Weekly Meeting. Weekly meeting ini merupakan agenda mingguan di BEC, sejenis muhadhoroh versi English. Ada yang jadi MC, The Reader of Holy Qur’an, Translator, Speakers, Corrector of Grammatical, dan Corrector of Pronunciation. Ada beberapa meeting dalam satu angkatan. Di angkatanku (periode 120) untuk kelas A, B, dan C diberi nama England meeting. England meeting ini melatih kami untuk tampil di depan orang banyak. Menurutku yang rada menyeramkan adalah saat menjadi seorang corrector, kita masih belajar tapi diminta untuk mengoreksi kesalahan grammar dan pronunciation dari speakers.         

 
the committee of England Meeting CTC 120 with Mr. Rijal

Ada beragam pemandangan menarik saat England meeting, dari yang pede minta ampun, overacting, gemetaran, sampai yang lupa teks speech saking gugupnya. Urusan yang satu ini memang bukan perkara mudah, aku pun susah payah mengusir rasa gugup yang singgah. Pernah aku berlatih berhari-hari untuk pidato saat pemilihan ketua England meeting, bahkan mengorbankan tak belajar untuk persiapan pre-test ujian kenaikan CTC, dan ternyata hancur berantakan gara-gara degub jantung yang tak karuan. Dan mengenai MC, Mr. Kalend hanya memperbolehkan orang muslim sebagai MC dalam acara apapun di BEC. Kenapa? Kata beliau yang namanya segala sesuatu termasuk sebuah acara harus dibuka dengan basmallah.


Shodiq waktu giving speech

Setiap kenaikan tingkat, diadakan acara sejenis farewell party. Ini kesempatan untuk menyalurkan bakat, baik itu melukis, menyanyi, drama, menari, dll. Sepertinya setiap periode selalu ada orang-orang berbakat, BEC memang tak lelah mencetak orang-orang hebat. Kau pun juga dapat berpartisipasi dalam kepanitian farewell ini, biasanya diadakan oprec dan seleksi bagi yang berminat. Di BEC juga benar-benar dilatih agar terbiasa tepat waktu. Jika acara diagendakan untuk dimulai jam tujuh, maka benar-benar dimulai jam tujuh, tak peduli ada berapa orang yang hadir di tempat.


Drakom Farewell Party Pre-BEC 48

Welcoming dance Closing CTC, ini kreatif musik pengiringnya pake soundtrack angry bird..

Btw, yang warna kuning yang kupakai itu gorden kamar kosan, wkwk

chief Fikrie Kartawijaya, biasa dipanggil Karto

 Suasana Closing CTC 120 DJF

TC, tiga bulan terakhir masa belajar di BEC, ada banyak murid-murid yang transfer dari kursusan cabang. Tapi di TC ini tak ada lagi sebutan aku anak HEC, aku anak EECC, ataupun sebutan aku anak BEC asli, saat ini semuanya satu, sama-sama anak TC BEC. Di TC ini pertama kali aku bertemu dengan Lutfia Nurna Ningsih, dia murid transfer dari HEC 2, roommateku hingga lulus dari BEC. Pencinta warna orange ini singer berbakat, sama seperti dua teman dekatku yang lain, Rif’atul Aula dan Haniah Kurniawati, mereka semua artis BEC, da aku mah apa atuh.


TC 120 MAM :)
yang difoto ini singer BEC semua, kecuali aku, iya aku, haha

Aku masuk kelas G, yang diberi nama ‘Google’, menurut yang punya ide alasan memakai kata ‘Google’ karena Google itu canggih, dan kau bisa menemukan apa saja di dalamnya. Benar memang, Google kaya dengan orang-orang yang unik, banyak orang-orang somplak di kelas ini, tak heran karena ketua kelasnya pun begitu. Ada yang namanya Trya Megawati, nah yang ini punya ketawa khas yang bahkan mengundang orang tertawa saat mendengar dia tertawa.

Trya Megawati dengan gelak tawanya

Here it is, Google Class.. Ucup, ucup!!

Banyak event yang kami ikuti saat kami di level ini, event-event itulah yang membuat kami semakin dekat satu sama lain. Ada kompetisi yel-yel, pemilihan ketua farewell party, closing meeting, debate competition, walking for fun, dll. Mungkin kesomplakan mereka-mereka ini yang membuat Google Class meraih juara dalam beberapa kompetisi. Tapi ada satu hal yang Mom Atun bilang belum pernah diraih oleh G Class dari periode entah kapan, predikat A1.

Google dengan tema spartan waktu WFF
Suasana waktu WFF

Ini pas kampanye dan pemilihan The Chief of Farewell Party

yang ini debate competition

Gedung belajar yang dipakai oleh anak-anak TC dinamai gedung UK, ada lima ruangan, UK1 (kelas Miss Yuni), UK2 (Kelas Mr.Sali dan Mr.Ibnu), UK3 (kelas Mr.Fu), UK4 (kelas Mom Atun dan Mr.Fah), dan UK top (ini pengecualian, dipakai sebagai kelasnya Mr.Rozaq). Mari kita jelajah satu persatu.  


UK building
       
Di UK1 kami belajar English in Use dengan Miss Yuni, beliau inilah teacher BEC yang paling bisa membuat proses pembelajaran menjadi menarik. Miss Yuni ini ahlinya main uno, beliau juga seorang pencinta renang.

Miss Yuni Anjarwati dengan 'wahwoh'nya hehe

Kami diminta untuk berimajinasi saat berada di UK2, kelas ini kelas describing picture, kau akan disodori gambar-gambar dan diminta untuk membuat sebuah cerita dari gambar-gambar tersebut, kemudian mempresentasikannya di depan kelas. Menurutku yang paling keren di kelas ini si ketua kelas, Nasrul, imajinasinya tinggi ditambah ia bisa menirukan berbagai suara, cocok sudah jadi seorang story teller.



ini  gambar

ini nasrul, wkwk
UK3 kadang punya kejutan tersendiri karena punya teacher kreatif di dalamnya, Mr.Fu. Teacher yang satu ini selalu punya kamus Oxford di tangan, tak pernah lepas dari genggaman. Beliau ini juga sepertinya sebentar lagi mengalahkan Mario Teguh saking bijaknya.


waktu sharing sama Mr.Fu

Kalau UK4 ini kelas favoritku, apalagi dengan yang namanya Mom Atun, ahli grammar dari Madura. Beliau suka mengagetkan murid-murid saat di kelas, suka melawak juga, pokoknya paling maknyus. Mom Atun kalau buat example tanpa pikir panjang langsung keluar kata-kata puitis, bisa diquotin setiap saat. FYI, she does not reply any Bahasa message. Aku pernah juga mengirimkan ralat sms berkali-kali kepada beliau, beginilah jadinya kalau berkirim pesan dengan Grammar expert. Kalau Mr. Fah, intinya tak bisa terpisahkanlah dari buku Betty.


dapet foto eksklusif nih sama Mom Atun, hehe

Masa belajar di BEC diakhiri dengan travel ke Borobudur, ini bukan jalan-jalan tapi ujian. Kau harus pintar-pintar memasang tampang memelas modusin bule agar mau diajak ngobrol. Sebenarnya katanya sih yang dilihat disini bukan dengan seberapa banyak bule kita ngobrol, tapi seberapa betah bule itu having conversation dengan kita. Dan saat travel, jangan coba-coba datang telat, atau namamu akan di-scratch.


waktu travel di Borobudur

Di BEC ada sebuah predikat yang diimpikan orang banyak, biasa disebut A1 atau the best one. Predikat ini diumumkan saat pembagian sertifikat. Jadi ratusan nama BEC students disebutkan satu persatu dari yang mendapat C sekian hingga A1, kau akan harap-harap cemas menunggu namamu disebut, atau malah tak disebutkan samasekali yang artinya kau tak lulus TC.
Saat aku menunggu giliran namaku disebut di malam pembagian sertifikat, aku mendapatkan sebuah pesan singkat. Kira-kira begini isinya, ‘ ‘Afifah, Alhamdulillah aku lulus TC. Makasih banyak udah mau ngajarin aku. Karena kamu aku bisa lulus TC, Makasih banget ya  - Shidiq’  Jadi ceritanya sejak di BTC aku lumayan sering belajar bareng dengan teman-temanku, rada menirukan kakak-kakak MS saat study club. Member tetapnya si Arvin Cloudy Frobenius, yang lain kondisional. Nah shidiq ini sesekali ikut, saat itu ia kesulitan memahami materi pelajaran, sehingga kami membantu memahamkan materi yang sudah diberikan. Itu saja sebenarnya, namun satu hal yang bisa kita ambil pelajaran, agar kita selalu berbuat baik sekecil apapun itu. Kadang bagi kita hal seperti itu bukanlah apa-apa tapi bagi orang lain hal sekecil itu sangatlah bermakna.
Ratusan nama sudah diumumkan dan aku masih harap-harap cemas menunggu. A20, A19,.., A10.., aku semakin gugup. Hingga tertinggal dua nama yang belum disebut, namaku, dan Mr. Mahmud Efendi. Suasana terasa semakin menegangkan.
‘The Best two is.. Mahmud Efendi’
‘And the best one is...’
‘ ‘Afifaaah..’, audiens serempak menjawab.
Kau tahu, rasanya seperti mimpi, naik ke stage diiringi lagu We are the Champion dan disambut dengan ucapan selamat dari guru-guru BEC. Sebenarnya aku merasa tak begitu pantas menyandang predikat ini, bagaimana bisa aku yang begini-begini saja mendapat A1, padahal ada Mr. Onki Rimawan yang speakingnya sefasih bule. Tapi mungkin malam itu bukan giliran Mr.Onki, melainkan giliranku, Google, dan Mr. Rijal untuk mendapatkan hadiah. Dan satu hal yang paling penting, sejak malam itu aku tak takut lagi memimpikan hal-hal yang jauh lebih indah.


kalau kau masuk the best five, bisa foto sama semua BEC teachers (walaupun waktu itu nggak semua ada)

Lantas adakah yang perlu dibanggakan dari sebuah pencapaian? Mr. Kalend pernah bilang, simpelnya begini, “kalau ada orang mengatakan ‘wah, lulusan BEC hebat sekali ternyata’ kau cukup katakan ‘masih basic’. Dan kalau ada orang mengatakan ‘alumni BEC cuma bisa seperti itu kah’ kau pun cukup mengatakan ‘masih basic’.” Inilah alasan kenapa beliau menamai kursusan ini ‘Basic’ English Course. Masih ada langit di atas langit. Tak ada sedikit pun yang pantas untuk disombongkan.


ini Mr. Kalend Osen

Kalau kau bertanya tentang seragam merah hitam yang kami pakai, itu adalah seragam MS, program lanjutan setelah lulus TC untuk mereka yang mau belajar membagi ilmu yang dimiliki (read: mengajar). Bagiku MS ini masa-masa belajar jadi orang sibuk, betapa tidak, kami masuk kelas jam lima pagi, dan kadang agenda selesai hampir jam sepuluh malam. Pernah beberapa kali masuk kelas dengan muka bantal, tak sempat mandi karena kesiangan. Pasalnya telat semenit saja presensimu langsung L alias ‘Late’.


Waktu MS diajarin sedikit tentang syntax pake metode Chinese Box, simpelnya ngotak-ngotak lah pokoknya

Anak MS kalau ada waktu luang bawaannya pasti pengen tidur, pemandangan seperti ini biasa di italy second floor

Sebelum belajar ada agenda sholawatan bersama Mr.Tata. Beliau ini super, suaranya menggelegar seperti pembawa acara tinju. Beliau hobinya foto-foto, kadang tahu-tahu muncul begitu saja seperti paparazzi. Kau tak akan bosan mendengarkan beliau mengajar, sebab beliau mengajar di kelas seperti membawakan stand up comedy. Namun, kadang aku sedikit tersiksa saat beliau melawak dengan Bahasa Jawa, seluruh penjuru kelas tertawa dan aku hanya bisa tersenyum kecewa. Kami biasa memanggil beliau dengan sebutan ‘Papa’ karena beliau layaknya seorang ayah yang tak bosan-bosannya menasihati anak-anaknya. Satu hal yang paling sering diingatkan Mr.Tata, yakni tentang belajar yang berorientasi pada proses, bukan pada hasilnya. Bukan berarti hasil tidak penting, namun cara kita mendapatkan hasil tersebutlah yang jauh lebih penting. 

“The most important is the process, not the result.” (A.M.Tata)

kita-kita with our papa

Kalau selama enam bulan dari BTC hingga TC kami mengikuti NS sebagai peserta, saat MS kami boleh disebut sebagai panitia. Kami diajarkan untuk belajar membagi sedikit yang kami punya kepada adik-adik BTC hingga TC. Periodeku merupakan MS 54 JJA (June, July, August) yang saat itu sedang bulan puasa. Jadi NS dilakukan setelah sholat tarawih bersama-sama di Garden Hall. Semakin indah karena semakin banyak aktivitas yang dilakukan bersama-sama.


tarawih bareng di Garden Hall

Aku bersama beberapa yang lain juga berkesempatan mengisi kelas English In Use saat program Training System (TS). Ini pengalaman yang agak berbeda, disini kami membagi sedikit ilmu dengan orang-orang yang lebih tua, beberapa dosen UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) yang sedang belajar di BEC.
Dua bulan mengisi study club dan NS di BEC dan satu bulan outdoor di suatu lembaga. Kami di tempatkan di tempat-tempat yang berbeda, dari yang di desa hingga yang di kota, dari yang elit hingga yang sangat biasa. Diuji dengan berbagai hal, dari susahnya menyatukan perbedaan antar para anggota, keterbatasan fasilitas, atau pun hal yang lainnya. Tentu saja kami punya cerita yang berbeda-beda.


dari ngajar anak pondokan

sampai anak kuliahan

ada yang harus masak sebelum makan

ada juga yang siap santap tinggal makan
tapi sama-sama nggak lupa cuci piring sehabis makan

ada yang diajak jalan-jalan ke Jakarta

ada juga yang bantu ikut kerja

Kalau yang ini belajar hidup sederhana

Ah, Masa-masa outdoor terlalu indah, sampai murid-murid enggan melepaskan pelukan

Pare. Tempat dimana kita menemukan teman, sahabat, keluarga, atau mungkin sang belahan jiwa. Tempat dimana kita belajar tentang kesungguhan dan kesederhanaan. Namun, BEC ternyata tak sesederhana yang terlintas di pikiran. Bukankah begitu, teman?