Minggu, 12 April 2015

Untuk Hati Kita yang Masih Belepotan



Kebanyakan kita sudah tahu betul bahwa tak ada istilah ‘Pacaran’ dalam Islam. Dan tak sedikit pula yang berkomitmen untuk having no relationship before marriage. Mungkin kita pernah menemui orang (atau malah kita sendiri) yang sangat menjaga interaksi antar lawan jenis, mengerti sekali akan batasan-batasan, pasang muka datar cuek bebek sama siapapun yang mendekat. Mau si A,B, C, D,  atau E yang ngasih sinyal, dengan mudahnya  kita ‘bye’. Namun saat si X yang mendekat ternyata takluk jua. Kalau yang bisa pasang muka santai sedatar-datarnya sama  lawan jenis kecuali sama si ehem itu banyak, tapi kalau yang bisa bersikap begitu sama semua lawan jenis tak terkecuali si ehemnya itu sepertinya masih perlu dipertanyakan. Ada memang, salah satunya si Satoshi di novel Akatsuki :3
Well, having feeling itu memang fitrah manusia, tak ada yang melarang. Namun, sadarkah kita ini sebenarnya juga salah satu bentuk ujian dari-Nya? Kita bisa dengan mudah menjaga hati saat memang tak ada satupun yang singgah. Lalu ketika seseorang itu datang, tembok pertahanan sepertinya mulai goyah. Ada kecenderungan dimana kita ingin ‘stay close with the one’ hingga menambah intensitas interaksi. Jika  dua-duanya sama-sama paham bahwa yang namanya pacaran itu tidak dibenarkan, lalu berkilah atas nama ‘Komitmen’.Padahal dengan komunikasi yang intens seperti itu apa bedanya dengan pacaran. Atau mungkin ini yang namanya HBPYSAPJS (Hubungan Bukan Pacaran Yang Sama Aja Pacaran Juga Sebenarnya).
Rasa cinta memang sebuah pemberian alias karunia dari-Nya, tapi dengan sikap kita yang kurang tepat lantas menjadikan kondisi ini bagaikan menukarkan berkah dengan dosa berlimpah. Takut kehilangan, takut diambil orang, lalu menggenggam erat-erat padahal belum waktunya, padahal diri masih diliputi oleh ketidakberdayaan. Jika pun saat ini dipegang kuat-kuat tak lantas bisa menjamin perasaan kita tetap sama hingga nanti. Ada berapa banyak orang yang akan kita temui dalam beberapa tahun ke depan? Bagaimana kita bisa berani memastikan apa yang dirasa akan tetap sama. Padahal Allah Mahamembolak-balikkan hati. Meskipun langit, bumi, jin, manusia, Monera, Protista bersekongkol untuk menyatukan, jika Allah tak menghendaki maka tak akan terjadi. Begitu pula meskipun saingan berlusin-lusin, terpisahkan samudera hingga bebatuan karang, kalau memang jodoh maka ia akan menemukan jalan pulang, takkan tertukar, takkan direbut orang.

“Lepaskanlah. Maka esok lusa, jika dia adalah cinta sejatimu, dia pasti akan kembali dengan cara mengagumkan. Ada saja takdir hebat yang tercipta untuk kita. Jika dia tidak kembali, maka sederhana jadinya, itu bukan cinta sejatimu.” – Tere Liye

Kita memang tak bisa mengunci hati, menolak rasa yang datang, karena ini adalah pemberian dari-Nya. Tapi kita punya kontrol penuh atas perasaan kita sendiri. Kita punya pilihan apakah ingin tenggelam dalam ketidakberdayaan atau memutuskan untuk memberdayakan ketidakberdayaan tersebut. Lebih baik menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat, mulai berbenah, mengurangi interaksi yang tak perlu agar tak terus menerus menginvestasikan dosa. Terus meng-upgrade diri agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi, berusaha memantaskan diri karena Allah, bukan karena makhluk.





Bersyukurlah jika masih diingatkan Allah untuk kembali berbenah, karena kadang logika macet saat orang-orang dirundung cinta. Tak perlu berlebihan, terus bersabar, Allah selalu punya hadiah besar untuk orang-orang yang bersabar. Sekarang mari mulai membersihkan hati kita yang masih belepotan, jangan sampai yang tadinya belepotan malah jadi karatan.
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar