Jumat, 02 Januari 2015

Aku Benar-Benar Disini

   Berawal dari SNMPTN Undangan 2012, aku mencoba mendaftarkan sekolahku agar terdaftar di list sekolah yang bisa mengikuti SNMPTN jalur undangan. Input data anak satu jurusan, scan ini itu, semua kulakukan sendiri. Berhubung sekolahku terakreditasi A, 50% dari nilai terbaik satu jurusan bisa mengikuti SNMPTN jalur undangan, dan alhamdulillah nilaiku berada di posisi kedua di jurusanku. Aku melanjutkan input data pribadi untuk mendaftar SNMPTN 2012. Awalnya sih lancar-lancar saja, tapi sewaktu melihat kolom NISN, aku baru sadar aku belum punya NISN. Dan ketegangan dimulai, aku mulai panik, seharusnya aku sudah punya NISN sejak lulus SD, dan ini seharusnya menjadi tanggung jawab dari SD-ku. Tapi apalah daya, mungkin karena saat itu pihak sekolah tidak diwajibkan untuk mendaftarkan murid-murid SD untuk mendapatkan NISN atau karena apalah, hingga kelas tiga Madrasah Aliyah pun aku belum punya NISN. Dan parahnya, aku baru tau itu waktu mau daftar SNMPTN jalur undangan, hiks.
       Tapi setiap masalah pasti ada jalan keluar toh. Aku coba googling tentang cara mendapatkan NISN, dan ternyata solusinya aku bisa mengajukan untuk membuat NISN dengan mengisi formulir pendaftaran dan menguploadnya di website dapodik. Then, aku berkunjung ke website resmi dapodik dan taraaa ternyata websitenya sedang dalam perbaikan. Konsekuensinya, aku ga bisa ngupload scan formulirnya di website tersebut. Tapi lagi-lagi hal ini tidak menyurutkan niatku, aku coba pergi ke Dinas Pendidikan dan meminta pihak Dinas Pendidikan untuk mengupload scan formulirku, tapi tetap saja nihil, mereka pun tidak bisa mengakses website tersebut. Aku coba menelpon call center dapodik dan minta tolong diberikan solusi. Pihak dapodik akhirnya memberikan email ‘darurat’ dan aku diminta untuk mengirim scan formulirnya ke email tersebut.
       Scan formulir terkirim sudah, tinggal menunggu email balasan dari pihak dapodik. Beberapa hari berlalu dan tak kunjung ada balasan, padahal waktu pendaftaran sebentar lagi akan berakhir. Aku coba mendesak pihak dapodik, aku mengirimkan email ‘desakan’ lewat akun email sekolahku berkali-kali tapi tak pernah ada respon.
       Berhubung aku adalah murid alias santriwati yang tinggal di asrama, aku tak punya akses internet di asrama. Jadi, selama ini aku ngurus semuanya di warnet iya di warnet. Aku sering izin keluar lingkungan asrama untuk berurusan dengan hal-hal ini, seperti saat menanti email balasan dari pihak dapodik, aku ke warnet hampir tiap hari, entah berapa uang jajanku habis buat nge-warnet.
       Beberapa hari berlalu dan besok adalah hari terakhir pendaftaran. Saat itu menjelang maghrib di depan rumput (rumah putih; sebutan untuk rumah pembina asrama, disebut begitu karena cat rumahnya berwarna putih), aku bilang ke temanku bahwa aku udah pasrah, entah kenapa di hari itu aku samasekali tidak ingin mengecek email sekolahku, mungkin karena sudah lelah di-PHP-in sama dapodik. Aku sudah mulai mengikhlaskan, mungkin ini emang bukan jalan-Nya buatku.
       Keesokan harinya, teman-temanku yang lain (yang nasibnya lebih beruntung karena udahpunya NISN) mulai melanjutkan scan sertifikat deesbe untuk melengkapi data. Beberapa dari mereka menghampiriku (ceilee), mereka minta maaf dan merasa ga enak sama aku. Aku yang udah keluar masuk warnet, ngurus ini itu, eh ternyata malah aku yang ga bisa ikut. Aku bilang gapapa walau sebenernya aku apa apa .Ya know lah ya, gimana perasaanku, anak kelas tiga es em a (eh Aliyah mamen) yang masih rada labil saat mengalami momen ini.
       Setelah teman-temanku selesai input data, beberapa dari mereka menghampiriku (lagi). Salah satu dari mereka, sebut saja Mawar, dia bilang ke aku dengan tampang muka menyedihkan, “Fif, maaf ya, ternyata NISN kamu dikirim kemarin“, hey, do you know how JLEB I was? Sungguh, itu rasanya lebih pedes dari ceker Lapindo, sedih? Sedih pake banget gapake miapah. Nangis? Iya pastinya. Tapi, mau gak mau aku harus belajar ikhlas, megikhlaskan satu kesempatan emas terbuang gara-gara kesalahanku sendiri.
       SNMPTN jalur tulis tiba, ini satu-satunya kesempatan yang kupunya untuk masuk kampus biru,kampus impian, UGM. Tapi takdir berkata lain, ternyata aku tidak mendapatkan kata ‘Selamat’, melainkan kata ‘Maaf’ yang kudapat. Aku sadar kok, ini murni karena usahaku belum maksimal, Allah pasti ingin aku berjuang lebih keras, Allah pasti ingin membuatku menjadi orang yang lebih sabar.
       Aku lagi-lagi belum menyerah, boro-boro daftar ujian masuk Universitas lain, aku tetap bersikeras ingin masuk UGM, aku ingin mengikuti SNMPTN jalur tulis lagi tahun depan. Trus selanjutnya aku ngapain? Nganggur? Nggak lah. Aku mengisi waktu ‘penantian’-ku dengan mengikuti kursus Bahasa Inggris di Pare Kediri, di Basic English Course.
       Enam bulan berlalu dan resmi sudah aku alumni TC 120 BEC. Kegundahan datang lagi menyelimuti hati (eaaaa). Aku bingung, antara melanjutkan kursusku lagi atau daftar ujian masuk UGM, saat itu aku sudah mulai mencintai Bahasa Inggris juga soalnya. Ujian masuknya terbilang dua minggu setelah programku di BEC selesai,tapi jujur saja aku belum siap kalau harus ikut tes di tahun itu (2013), mungkin karena aku mulai terlena dengan Bahasa Inggris sehingga hampir tidak pernah lagi mempelajari pelajaran waktu Aliyah. Setelah berpikir matang-matang,akhirnya aku memilih untuk melanjutkan kursusku lagi dan mendaftar ujian masuk UGM di tahun 2014. Memang bukan keputusan sepele, ini menyangkut masa depanku juga, menunda kuliah dua tahun itu tuh sesuatu banget, sampai-sampai malah orangtuaku yang mendesakku buat daftar kuliah. Tapi karena ini menyangkut kehidupanku sendiri dan yang menjalani ini semua adalah diriku sendiri, orangtuaku tetap mendukung apapun keputusanku.
       Oktober 2013 aku kembali ke kampung halaman tanah kelahiran beta Barabai tercinta. Aku mulai menyusun rencana dan strategi serta amunisi-amunisi untuk persiapan ujian masuk universitas. Tapi aku udah ga se-ngotot I was, aku tidak hanya berencana daftar di UGM saja, tapi juga di beberapa universitas lain sebagai antisipasi jika memang pelabuhanku bukan di UGM.
       Kalian bisa bayangkan, aku udah hampir setahun ga pernah nyentuh buku pelajaran SMA, udah lupa semua mamen. Aku beneran belajar semuanya dari awal dari 0, ciyus loh. Tapi,aku bersyukur sekali dipertemukan dengan Zenius (gapapa ya sebut merk). Ini awal revolusi duniaku. Gara-gara zenius aku betah duduk berjam-jam di depan laptop, bukan main games loh tapi belajar. Bener-bener belajar dengan sebener-benernya. Sungguh, ini pertamakali dalam sejarah hidupku aku bisa tahan belajar dari ba’da subuh sampai mau maghrib, dan kadang kalo semangatnya lagi berapi-api dilanjut lagi sampe malam. Begadang udah jadi kebiasaan, hari-hariku berteman tumpukan kertas soal, dinding kamar dan lemariku pun penuh dengan tempelan-tempelan dari jadwal belajar hingga kalimat-kalimat pembangkit semangat, pembangkit semangat loh ya bukan pembangkit listrik, tak lupa pula dua lagu yang tak pernah bosan didengarkan, Waiting Outside the Line-nya Greyson Chance sama The Climb-nya Miley Cyrus, kata temenku abis dengerin lagu itu kaya abis disiram bensin.
       Dua bulan sebelum SBMPTN 2014 ketahanan fisikku mulai menurun, setiap kali begadang besoknya langsung ngedrop. Aku rada takut kenapa-napa juga sih, jadinya aku harus mengurangi begadang yang otomatis juga mengurangi waktu belajarku.

Juni 2014
       Aku mengikuti empat tes dan jadwal tesnya marathon ternyata, 17 Juni SBMPTN 2014, 22 Juni UM UGM, 24-25 Juni UM-PTAIN, dan 16 Juli Ujian mandiri UM. Semua tes kulewati dengan menjawab soal-soal semaksimal mungkin tentunya, serius susah, susah banget malah, sampai aku agak pesimis bisa lolos di UGM, tapi tentu saja do’a selalu dipanjatkan, semoga Allah kali ini berkenan mewujudkan mimpi orang keras kepala sepertiku.
     
       Dan tiba juga hari itu, 16 Juli, ada apa dengan 16 Juli? Yap, pengumuman SBMPTN 2014, tapi aku merasa biasa-biasa saja, gugup juga enggak, ga begitu menanti pengumuman juga, aku ga begitu yakin bakalan lolos seleksi, malahan dua temen deketku yang excited banget nunggu pengumumannya. Saat itu aku sedang di Malang dan ga bisa akses internet lewat PC, jadi aku minta tolong adekku ngeliatin hasil SBMPTN-ku. Lewat telepon, dia bilang ke aku “kak, kamu keterima di Gadjah Mada loh”, sambil ketawa-ketiwi ga jelas, “serius kamu, kamu jangan becanda dong”,aku ga percaya, soalnya dia adekku yang paling sering jahil, aku mikirnya dia cuma mau menghibur, “serius loh”, “ itu baca dong tulisannya apaan katanya”, “gini nih, selamat anda, hehehe” dia malah nyengir ga jelas, “serius dong ah,bacaannya apaan?”, “ih kamu ga percayaan banget sih kak, liat sendiri aja deh,ntar aku screenshoot kukirim lewat fesbuk”, dia bilang. Aku mulai gugup, bukan mulai lapar ya. Aku coba buka pesan fesbuk dan taraaa seriusan aku diterima teman-teman aku diterimaaaa. Oiya, saat itu sedang terdengar adzan maghrib di Bulan Ramadhan, rasa-rasanya perutku udah kenyang gara-gara pengumuman, padahal minum seteguk air pun belum. Sungguh, rasanya seperti dapat keajaiban, ini kado luar biasa dari Allah, berkah Ramadhan juga.



18 Agustus 2014
       Setelah entah berapa tetes bening yang jatuh, ratusan hari menunggu, jutaan do’a diuntaikan ke langit. Rasanya masih saja seperti mimpi, aku benar-benar berada diantara 9.132 orang terpilih dari 295.395 orang di seluruh Nusantara yang bermimpi berada di Lapangan Pancasila hari ini. Sungguh, janji-Nya pasti. Aku benar-benar disini :’)



note : ini tulisan lama yang juga tulisan pertamaku :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar