Kepemimpinan profetik
adalah kepemimpinan yang membebaskan dari segala bentuk penghambaan kepada
Tuhan yang lain dan pembebasan dari segala bentuk nafsu dunia. Kita memahami kepemimpinan
profetik dari Nabi-Nabi kita. Cerita-cerita tersebut jangan sampai hanya
menjadi cerita pengantar tidur, cerita tersebut seharusnya kita maknai, kita
jadikan cermin untuk berkaca.
Menurut Prof.Dr.
Kuntowijoyo, konsep profetik melingkupi Humanisasi, liberasi, dan transedensi. Misi
humanisasi (ta’muruna bil ma’ruf) yakni mengajak manusia menuju kebaikan,
perbuatan terpuji. Misi kedua yakni misi liberasi (tanhauna anil munkar) yakni
mencegah kemungkaran, membebaskan dari segala bentuk kedzhaliman. Misi ketiga
merupakan misi transedensi (Tu’minuna billah), yang menyelamatkan, yang melahirkan
kesadaran ilahiyah dan mendorong diri kita selalu ingin berbuat kebaikan.
Misi-misi tersebut dicapai dalam empat proses, meliputi proses pembacaan,
memanfaatkan akal pikiran yang diberikan. Kedua proses penyucian diri dan orang
lain, seperti halnya matahari yang memberi cahaya benderang. Proses ketiga
adalah proses pengajaran berupa penguasaan epistomologi dan metodologi ilmu
pengetahuan (science) dan kebijaksanaan (wisdom). Dan terakhir, proses
penguasaan informasi dan masalah-masalah baru dan dinamis.
Kriteria utama
kesuksesan pemimpin bergantung pada kesadaran keilahiyahan, yakni kesadaran
peran dan fungsi sebagai Khalifah Allah di Bumi. Kita sebagai pemimpin harus
memiliki kesadaran ilahiyah untuk melayani ummat, membiasakan dan membebaskan
diri kita terlebih dahulu dari tuhan-tuhan kecil, sebelum terjun untuk
membebaskan masyarakat kita. Kita tidak boleh terjebak dalam casing kurcaci,
meskipun fisik kecil, kita harus memiliki jiwa yang besar. Tentunya hal itu
tidak didapat dengan usaha instan, tapi menuntut untuk diraih dengan
pengorbanan yang besar agar kita bisa benar-benar bisa terlepas dari casing
kurcaci dan berubah menjadi raksasa peradaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar