Dalam menjalankan kehidupan sebagai khalifatullah fiil ard, kita perlu memiliki sifat open mind agar diri dan jiwa kita terbuka dengan kebaikan-kebaikan. Jangan sampai kita menjadi seperti kaum-kaum yang kepadanya diutus Nabi-Nabi, mereka tertutup pikirannya, tertutup jiwanya. Meskipun mereka menyaksikan sendiri mukjizat Nabi tersebut, mengetahui seluk beluknya, akhlak mulianya, tetap saja mereka membenci dan menolak Nabi tersebut karena tidak sesuai dengan ahwaa (hawa nafsu) mereka.
Jiwa kita seperti parasut yang hanya akan berfungsi ketika terbuka – Sir Thomas Dewar
Sebagus
apapun parasut yang digunakan untuk terjun bebas, maka tidak akan ada gunanya
jika tidak dapat terbuka, parasut tersebut malah dapat mengakibatkan kerugian
yang fatal. Begitu pula pikiran kita, jika tidak terbuka maka kita akan selalu
tertutup dan menolak apapun yang disampaikan, meskipun itu merupakan suatu
kebaikan.
Sifat
kedua yang harus kita miliki adalah rendah hati, tidak merasa diri kita maupun
kelompok kita yang paling baik dan benar. Kemudian dilengkapi dengan sikap
objektif dan moderat. Objektif yakni adil dalam menilai, dan moderat berarti
pertengahan atau tidak ekstrim.
“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al Maa’idah: 8)
Tujuan kita diciptakan di dunia ini adalah untuk beribadah kepada
Allah, melingkupi ibadah mahdhah maupun ghairo mahdhah. Hal yang patut kita
pertanyakan adalah implementasi dari ibadah-ibadah yang kita lakukan. Salah
satu contohnya yaitu mengenai ibadah sholat. Dalam Q.S Al-Ankabut:45 Allah
berfirman:
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).
Output dari shalat-shalat yang kita lakukan semestinya
tergambarkan dari perilaku sehari-hari. Bukankah kita melihat banyak sekali
masjid, akan tetapi mengapa korupsi masih terus terjadi? Bukankah kita
diajarkan tentang Islam rahmatan lil ‘alamin, akan tetapi mengapa perbedaan
agama mengakibatkan perpecahan-perpecahan? Sekali lagi, substansi dan
implementasi dari ibadah-ibadah kita yang selayaknya kita pertanyakan.
Tiga Sektor Kehidupan
Kehidupan dibagi ke dalam tiga sector, yakni Public sector,
Private Sector, dan Third Sector. Public sector berperan dalam kesejahteraan
warga negara (cth: Kepala daerah, kementrian), Private sector mengambil peran
dalam kesejahteraan pemilik modal, pengelola customer (cth: entrepreneur),
sedangkan Third sector merupakan sector lain yang tidak dapat dijangkau oleh Public
sector dan Private sector (cth: NGO, LSM).
Tugas kita adalah untuk membawa nilai-nilai Islam sebagai rahmatan
lil ‘alamin, syumuliyatul islam (Islam yang menyeluruh) ke dalam sector-sektor
yang kita tempati. Misalkan dalam Public Sector, menjadi tugas besar untuk
menerapkan amar ma’ruf nahi munkar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Salah satu caranya dengan penerapan clean government dan good governance. Agar
mampu menerepkan nilai-nila Islam dalam setiap sector yang kita masuki, maka
kita harus memiliki kemampuan untuk memahami Islam secara komprehensif,
substansial, bukan sekedar pemahaman tekstual saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar